(Image from google)



Oleh: Ricardo Taufano

Beberapa tahun kebelakang, banyak terlihat di tembok pinggir jalan, truk ataupun T-Shirt, tulisan atau
gambar yang berisi kerinduan akan pemimpin pada masa Orde Baru, Soeharto. Zaman yang dirindukan ketika sembako, kesejahteraan dan keamanan terjamin. Zaman yang pada satu sisi merenggut kebebasan berpendapat, zaman dimana terdapat pembungkaman massal, zaman yang mencekam. Tiga puluh dua tahun negara ini berada dalam kepemimpinan Presiden Soeharto, dan tanpa mengurangi rasa hormat, selama itu pula negara ini menjadi negara demokrasi yang rasa-rasanya hanya omong kosong. Bahkan banyak dari para aktivis yang menjadi korban penculikan Tim Mawar dan Kopassus.

Pasca kejatuhan Soeharto, kasus penculikan para aktivis ini menjadi alasan Danjen Kopassus yang saat ini mencalonkan diri sebagai Presiden, dan Tim Mawar. Hal ini mencapai momentum ketika seorang laki-laki keturunan Arab, Munir Said Thalib sebagai seorang aktivis pengiat HAM di Indonesia yang dengan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) terbunuh saat dalam penerbangan dari Jakarta ke Amsterdam, Belanda. Insiden ini terjadi pada 7 September 2004.

Orde Baru, yang dielu-elukan sebagai zaman dimana terdapat kesejahteraan, minimnya tindak korupsi, disisi lain juga merupakan zaman dimana kebenaran selalu ditutup-tutupi. Dan Munir, dengan gerakannya berusaha untuk memperjuangkan hak daripada korban dan hak sebagai rakyat Indonesia. Semangat dan sosok Munir merupakan hal yang inspiratif. Ia merupakan inspirasi dari orang-orang yang optimis.

Empati dan rasa optimisme ini telah menginspirasi banyak orang di Indonesia, khususnya anak muda untuk menolak lupa. Mereka menolak lupa akan apa yang terjadi pada masa Orde Baru, mereka menolak lupa teman-teman mereka yang hilang dan menjadi korban kekerasan. Dan tidak sedikit pula yang menjadikan Munir sebagai inspirasi dalam menghasilkan sebuah karya seni. Sebut saja Efek Rumah Kaca, dengan lagu “Di Udara” yang mengajak kita untuk berkontemplasi tentang bagaimana rasanya ketika kebebasan terenggut, dan bagaimana hidup pada sebuah zaman yang mencekam. Musisi lain yang juga menjadikan Munir sebagai inspirasi, ialah Endah N’ Rhesa, dalam lagunya yang berjudul “A Thousand Candles Lighted”, yang menyampaikan semangat dari perjuangan Munir. Lagu ini, seperi yang disampaikan Endah N’ Rhesa pada sebuah radio arus utama, didedikasikan untuk keluarga dan teman-teman yang ditinggalkan Munir. Sekaligus menyampaikan bagaimana semangat ini harus terus ada.

Sikap untuk menolak lupa ini akan terus disampaikan, baik dalam bentuk seni maupun dengan gerakan sosial. Kita menolak lupa untuk memperingati Hari Munir. Semangat untuk menunjukkan bagaimana seharusnya kebebasan dan keadilan dapat dilindungi oleh para pemegang tampuk kekuasaan. Ya, kami tidak merindukan tindakan opresi pemerintah ataupun bersihnya kasus korupsi, tapi kebebasan media dibatasi. Yang kami rindukan adalah sosok dan semangat untuk terus memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi hak serta kebenaran. (End)