Oleh: Muhammad Ahsan Ridhoi


(Image from google) 


Bicara soal politik di 2014 adalah penting. Sama pentingnya dengan bicara soal Nasida Ria. Kenapa Nasida Ria? Ya, karena grup musik qasidah modern ini adalah salah satu legenda hidup musik Indonesia. Pionir bagi tumbuh kembangnya grup musik dengan aliran sejenis dan termasuk dalam deretan musisi pemerhati fenomena sosial, yang kini mulai terlupakan. Maka penting kiranya membicarakan mereka kembali.

Grup musik yang mempunyai personel sembilan orang wanita ini, terbentuk pada tahun 1975 oleh HM Zain, seorang guru qiraah dari Semarang, Jawa Tengah. Mulanya mereka adalah grup nasyid, hanya memainkan alat musik rebana dan musik-musik Timur Tengah. Namun, setelah mendapat bantuan dari Bupati Semarang pada masa itu, yang juga penggemar mereka, berupa alat musik dan pelajaran musik. Pada akhirnya mereka pun menjadi grup musik yang matang. Dengan tambahan sentuhan alat musik modern seperti gitar, bas, organ, dan biola

Album pertama Nasida Ria dirilis pada tahun 1978. Saat itu, lagu di album tersebut masih di dominasi oleh lagu-lagu berbahasa Arab. Namun, selepas album ketiga, mereka mulai membuat lagu-lagu berbahasa Indonesia. Pada beberapa album berbahasa Indonesia itu, mereka banyak bicara soal aneka ragam kehidupan masyarakat Indonesia, bahkan dunia. Boleh dibilang mereka adalah grup musik Indonesia yang paling lengkap dan visioner bicara soal itu.

Pada masa perang teluk misalnya, mereka menciptakan lagu-lagu seperti Perdamaian dan Bom Nuklir. Keduanya bertemakan bahaya perang. Hingga kini kedua lagu itu pun masih sering kita perdengarkan di berbagai media, baik televisi, radio, maupun online. Khusus untuk lagu Perdamaian merupakan salah satu lagu paling populer dari mereka. Bahkan, band seperti GIGI pun sempat memasukkan lagu itu dalam salah satu albumnya. Dengan sentuhan musik ala GIGI sekalipun lagu itu masih enak didengarkan.

Merekapun bicara soal pers, lewat lagu Wartawan Ratu Dunia. Seperti yang kita ketahui, tak banyak musisi Indonesia yang bicara soal pers. Atau mungkin tak ada sama sekali. Ini jelas membuktikan, bahwa mereka jauh lebih visioner daripada musisi lain. Pada lagu ini, mereka sudah mewantikan besarnya pengaruh media bagi dunia. Seperti yang tertuang dalam liriknya:

Ratu dunia ratu dunia, oh wartawan ratu dunia
Apa saja kata wartawan mempengaruhi pembaca koran

Bila wartawan memuji, dunia ikut memuji
Bila wartawan mencaci, dunia ikut membenci
Wartawan dapat membina, pendapat umum di dunia

Tingkat kevisioneran Nasida Ria terbukti kembali pada lagu Tahun Dua Ribu. Lagu itu mereka ciptakan pada tahun 1993. Dan sudah dapat melihat fenomena sosial tujuh tahun kedepan dari tahun lagu itu diciptakan. Seperti halnya lagu Wartawan Ratu Dunia, lagu ini berisikan anjuran dan wanti-wanti dalam liriknya, seperti berikut ini:

tahun duaribu tahun harapan,
yang penuh tantangan dan mencemaskan
wahai pemuda dan para remaja,
ayo siapkan dirimu
siapkan dirimu, siap ilmu siap iman
siap

tahun duaribu kerja serba mesin,
berjalan berlari menggunakan mesin
manusia tidur berkawan mesin,
makan dan minum dilayani mesin
sungguh mengagumkan tahun duaribu
namun demikian penuh tantangan

Masih banyak soal lain yang dibicarakan oleh Nasida Ria dalam berbagai lagunya, lingkungan hidup, kemiskinan, bahkan bencana. Semua dikemas dalam lagu-lagu bernada apik dan lirik yang menggugah. Perihal pemilihan aliran musik qasidah itu tak jadi soal. Karena musik tak kenal batas untuk menyampaikan sebuah pesan. Aliran musik hanya soal logat bicara saja. Dan qasidah adalah logat mereka.

Namun, kini Nasida Ria bak tertelan zaman. Tak terdengar lagi gaungnya. Bahkan bagi generasi muda sekarang, nama mereka sangat asing. Terkecuali bagi yang lahir dan tumbuh di lingkungan pesantren atau di Semarang. Nasida Ria bukan barang asing.

Ditengah maraknya arus industri musik dengan persaingannya yang semakin ketat, Nasida Ria tersingkir. Bukan mati. Hanya tersingkir. Nyatanya mereka masih mengeluarkan album hingga tahun 2010. Album terakhir mereka berjudul Cahaya Ilmu. Namun album itu tak selaris album-album sebelumnya. Kalah dengan album band-band yang liriknya terkesan murahan yang semakin marak, di dunia musik Indonesia.

Ditambah lagi adanya pandangan dalam lingkup generasi muda sekarang, yang menganggap lagu-lagu qasidah itu norak alias kuno. Sehingga generasi muda saat ini pun semakin enggan untuk mendengarkan lagu-lagu qasidah, termasuk Nasida Ria. Usia personel yang semakin lanjut pun jadi masalah yang menghambat produktifitas mereka. Apalagi beberapa personel telah meninggal dunia. Meski begitu, itu bukan penanda kematian Nasida Ria. Karena lagu-lagu mereka tetap hidup dan menggema di banyak telinga dan hati sebagian besar masyarakat Indonesia Nasida Ria tetap ria dengan segala riuh rendahnya.

Akankah lahir penerus Nasida Ria? Mari kita tunggu bersama. Selama zaman terus bergerak dan hari masih berganti, segalaya mungkin terjadi.