Oleh: Ricardo Taufano

(Image from google)


Menjelang tahun 2014 (Desember akhir) kemarin, seorang teman meminta saya untuk menyebutkan satu lagu yang cocok untuk menjadi lagu tema tahun politik 2014. Tentu saja pilihan saya langsung jatuh pada lagu “Awas!” dari Besok Bubar, sebuah band Grunge asal Jakarta yang terbentuk tahun 2005 silam. Lagu ini juga yang pertama kali saya dengarkan dari album Besok Bubar.

Rasa suka saya terhadap band ini membawa saya ke dalam moshpit saat mereka diundang untuk bermain secara live di salah satu Universitas Negeri di Jakarta. Massa ikut bernyanyi dan berteriak khususnya pada lagu “Awas!”, dikemas dalam sound yang tebal dan keras, terdapat amarah dan apatisme dalam lagu ini. Amarah dan apatisme terhadap kondisi politik Indonesia, Besok Bubar mengingatkan kita untuk lebih cerdas dalam memilih pemimpin yang akan dilakukan melalui Pemilihan Umum tahun 2014 ini.

Dalam verse pertama, lagu ini menyuarakan penolakan terhadap korupsi dan bagaimana pemerintah bersikap lembek terhadap budaya korup. Hal ini mengingat Indonesia menduduki peringkat ke-64 sebagai negara paling korup di dunia. Prestasi ini dapat tercapai berkat upaya dari para “tikus-tikus berdasi”. Istilah klise ini tetap saya gunakan mengingat para “tikus” masih menggunakan alasan-alasan klise sebagai dalih untuk mencapai kursi kekuasaan.

Di Indonesia, seseorang dapat mencalonkan diri sebagai seorang pemimpin, meskipun memiliki track record sebagai orang yang korup. Dan mereka dapat dengan tebal muka memasang wajah mereka di pohon dan billboard jalan raya, berbicara tentang perubahan. Perilaku yang rasa-rasanya tidak tahu malu.

Disinilah lagu “Awas!” dari Besok Bubar mengingatkan melalui reff lagunya yang berbunyi:

Lima tahun sekali

Janji seribu janji

Lima tahun sekali

Awas tertipu lagi

Tahun 2014 adalah tahun politik. Masyarakat Indonesia akan menggelar pesta demokrasi untuk menentukan pemimpin negara selama lima tahun ke depan. Kita dituntut untuk memilih calon pemimpin yang paling baik, dan untuk itu, kita wajib untuk mengetahui kapabilitas calon yang kita pilih.

Masyarakat Indonesia tidak butuh seorang pemimpin yang berpotensi untuk menjadi seorang diktator. Kita juga tidak membutuhkan pemimpin yang merupakan seorang mafia pajak. Indonesia membutuhkan seorang pemimpin yang didasarkan atas kecintaannya terhadap Indonesia beserta segala aspek yang terdapat di dalamnya.

Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar. Kita akan kehilangan waktu sebanyak itu jika kita salah dalam memilih pemimpin. Sedangkan kita dapat memperjuangkan Indonesia untuk menjadi negara yang lebih baik jika kita memanfaatkan waktu lima tahun tersebut dengan pemimpin yang tepat.

Kita sebagai rakyat harus menyadari kekuatan yang kita miliki. Di negara demokrasi khususnya, rakyat merupakan orang-orang yang berhak memilih pemimpinnya. Jika kita hanya termakan iming-iming melalui “serangan fajar”, saya yakin Indonesia akan mengalami hambatan dalam berkembang, dan pada titik ekstrem, Indonesia dapat meningkatkan peringkatnya sebagai negara paling korup di dunia.

Kembali pada theme song yang sedang saya bahas, Besok Bubar mengimbau kita untuk menjadi pemilih yang cerdas. Kita harus menggunakan hak kita secara bijaksana, setidaknya dengan mengenali calon pemimpin yang akan kita pilih. Karena jika kita tertipu oleh seribu janji, kita akan terus jalan di tempat. Atau bahkan mengalami kemunduran.